Pada 1922, tanah tandus sepanjang lintasan kereta api Indramayu, Jawa Barat, telah lama menyimpan kekuatan panasea luar biasa. Heyne kerap memandangi tanah itu pada musim hujan, saat hamparan kelopak bunga merah rosela mekar. Tak ada yang tahu sirnanya si kerabat bunga sepatu itu. Padahal, 244 tahun sebelumnya, M de L’Obel, botanis Belgia-Belanda telah menjumpainya sebagai tanaman hias rumah di Pulau Jawa. Setelah berabad-abad berkelana di dunia luar lantaran tak dihiraukan, kini si anak hilang itu kembali dengan khasiat bermanfaat bagi umat manusia.
Pada 1922, tanah tandus sepanjang lintasan kereta api Indramayu, Jawa Barat, telah lama menyimpan kekuatan panasea luar biasa. Heyne kerap memandangi tanah itu pada musim hujan, saat hamparan kelopak bunga merah rosela mekar. Tak ada yang tahu sirnanya si kerabat bunga sepatu itu. Padahal, 244 tahun sebelumnya, M de L’Obel, botanis Belgia-Belanda telah menjumpainya sebagai tanaman hias rumah di Pulau Jawa. Setelah berabad-abad berkelana di dunia luar lantaran tak dihiraukan, kini si anak hilang itu kembali dengan khasiat bermanfaat bagi umat manusia.
Ir Didah Nurfarida MSi, periset Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor menemukan kandungan antioksidan pada teh kelopak merah pada 2006. Jumlahnya 1,7 mmmol/prolox, lebih tinggi dibanding kumis kucing yang antioksidannya teruji klinis meluruhkan batu ginjal.
Jumlah a ntioksidan itu diperoleh dengan menggerus 3 kuntum rosela menjadi 1,5 g bubuk dan diberi air 200 ml. Hasilnya dimasukkan ke spektrofotometer. Alat itu menganalisis seluruh kandungan kimia berdasarkan panjang gelombang yang dibiaskan larutan.
Dengan adanya antioksidan, sel-sel radikal bebas yang merusak inti sel dapat dihilangkan, kata Didah. Itu sebabnya rosela memiliki efek antikanker. Yang paling berperan adalah antosianin. Antosianin pigmen tumbuhan berperan menjaga kerusakan sel akibat peyerapan sinar ultraviolet berlebih.
Antihipertensi Nun di Selandia Baru, John McIntosh meneliti kandungan antioksidan. Periset dari Institute of Food Nutrition and Human Health, Massey University, itu mengekstrak rosela dengan mengeringkan kelopak bunga pada suhu 50oC selama 36 jam. Tiga gram oseile rouge-sebutan rosela di Perancis-hasil pengeringan diencerkan dalam 300 ml air. Larutan itu dimasukkan ke tabung spektrofotometer. Hasilnya rosela mengandung 51% antosianin, sedangkan antioksidannya 24%.
Angka-angka itu kemudian digunakan Yun-Ching Chang dari Institute of Biochemistry and Biotechnology, Chung Shan Medical University, Taiwan. Periset itu menguji efektivitas antosianin rosela untuk penghambatan sel kanker darah atau leukemia. Ternyata, pigmen alami dari Hibiscus sabdariffa tak hanya menghambat pertumbuhan sel kanker HL-60, tetapi juga mematikannya. Dosis yang diberikan hanya 0-4 mg/ml rosela. Antosianin yang berpengaruh diberi nama delphinidin 3-sambubioside.
Riset-riset itu baru praklinis di laboratorium. Belum ada pembuktian efeknya langsung pada manusia. Namun, Zuraida merasakan langsung khasiat rosela menurunkan kadar darah tingginya yang diidap selama 15 tahun. Ibu 4 anak itu kerap pusing, mual, dan panas di kepala.
Lantaran menganggapnya sakit kepala biasa, mantan guru Biologi SMA 13 Jakarta itu hanya mengkonsumsi obat-obatan warung. Namun, lama-kelamaan nyeri kepala semakin parah. Seperti dipukul palu, katanya. Jika sudah begitu, ia tak sanggup berjalan lantaran kehilangan keseimbangan.
Penderitaan itu dialami selama 1 tahun. Hingga pada 1990 ia berkonsultasi ke ahli medis. Hasil didiagnosis Zuraida mengidap hipertensi. Itu lantaran sejak pensiun pola makannya tak teratur. Maklum, sebagai keturunan etnis Minangkabau, makanan pedas, bersantan, dan berlemak tinggi selalu terhidang di meja. Selama 15 tahun wanita kelahiran 16 Desember 1944 itu bergantung pada obat kimia resep dokter.
Akhir Januari 2006, saat berkunjung ke sebuah pameran, Zuraida disodori teh hangat berwarna merah. Tanpa mengetahui khasiatnya, Zuraida rutin mengkonsumsi teh vinagreira-rosela dalam bahasa Portugis-karena berasa kecut menyegarkan.
Setelah mengkonsumsi selama 1 bulan, nenek 3 cucu itu merasa lebih tenang lantaran kekakuan saraf dan ketegangan leher akibat hipertensi hilang. Merasa lebih bugar dan nyenyak tidur, Zuraida memeriksakan diri ke dokter. Tekanan darahnya turun 80 poin dari 200 mmHg menjadi 120 mmHg.
Teruji Khasiat kelopak zuring-sebutan rosela dalam bahasa Belanda-untuk hipertensi dibuktikan Abd Al-Aziz Sharaf dari Sudan Research Unit, Institute of African and Asian Studies. Seperti dikutip Planta Medical Journal pada 1962, kelopak rosela bersifat hipotensif-antihipertensi-dan antikejang pernapasan. Tiga puluh tujuh tahun kemudian, sifat antihipertensi itu diuji secara klinis oleh M. Haji Faraji dan A.H. Haji Tarkhani dari Shaheed Beheshti University of Medical Sciences and Health Services, Teheran, Iran. Sebanyak 54 pasien bertekanan darah tinggi di Tehran’s Shariati Hospital dihitung tekanan diastolik dan sistoliknya 15 hari sebelum dan sesudah pengujian.
Pasien diberi konsumsi secangkir teh seduhan 3 kuntum bunga rosela. Setelah 12 hari, nilai sistolik pasien rata-rata turun 11,2%, tekanan diastolik turun 10.7%. Namun, saat konsumsi rosela dihentikan 3 hari, tekanan sistolik meningkat 7,9%; diastolik 5,6%. Itu membuktikan rosela memang berkhasiat menurunkan tekanan darah tinggi.
Karena kandungannya banyak, maka faedahnya juga banyak, kata Dewani, herbalis di Lentengagung yang meracik rosela untuk pengidap asam urat, insomnia, hingga kolesterol.
Khasiat antikolesterol diteliti oleh Vilasinee Hirunpanicha, dari Department of Pharmacology, Faculty of Pharmacy, Mahidol University, Thailand. Periset itu menguji tikus berkolesterol tinggi. Selama 6 minggu, tikus yang dibagi menjadi 3 kelompok itu masing-masing diberi 1.000 mg dan 500 mg rosela per kilogram bobot tubuh, dan air mineral.
Hasilnya, serum kolesterol menurun 22% untuk ekstrak rosela 500 mg/kg dan 26% untuk 1.000 mg/kg bobot. Penurunan juga terjadi pada serum trigliserida sebanyak 33% dan 28% serta serum low density lipoprotein (LDL) level sebanyak 22% dan 32%.
Budak Afrika Setelah bibitnya dibawa ke seluruh dunia oleh budak Afrika yang bekerja di Indonesia, rosela mulai ditumbuhkan di Jamaika pada 1707. rosela dimakan mentah sebagai salad. Di sini rosela disuguhkan sebagai minuman tradisional saat natal. Caranya dicampur dengan irisan jahe dan gula, lalu dan ditaruh pada teko tembikar. Setelah itu didihkan dan diamkan semalam.
Disajikannya dengan es dan tambahan rum. Jus itu berasa, beraroma, dan berwarna mirip minuman anggur. Ternyata pohon yang pernah dilihat M de L’Obel di sebuah halaman rumah 344 tahun lalu, memiliki beragam khasiat dan kegunaan. Untunglah rosela kini kembali marak di Indonesia. Dengan begitu manfaat rosela yang dirasakan di Afrika juga bisa diperoleh di Indonesia