Selama beberapa dekade, CIA
telah terlibat diberbagai upaya melawan kegiatan komunisme di
Indonesia. Usaha kudeta pertama pada tahun 1958 gagal mengguncangkan
pemerintahan Sukarno, tetapi setelah gelombang pembersihan komunisme di
tahun 1965, Jenderal Abdul Haris Nasution dan Maj. Suharto memimpin TNI
melikuidaksi PKI dan pada akhirnya berhasil menyinkirkan Sukarno. Peran
penting Suharto pada masa Gestapu menempakannya di kursi kepresidenan
pada tahun 1967.
Pada tahun 1998, Pemerintah Amerika mendeklassifikasikan sejumlah
dokumen yang menggambarkan berbagai operasi rahasia di Indonesia.
1958
NSC 5581
Pada bulan May 1955, satu bulan setelah Sukarno menjadi tuan rumah
pertemuan Negara Negara Non Blok, Washington mengeluarkan kebijakan
Amerika terhadap Indonesia di NSC 5518. Di dalam dokumen ini, operasi
rahasia (covert action) disetujui untuk dipakai menumbangkan Sukarno
jika Sukarno memberi kontrol kepada partai sayap kiri. Provisi pendanaan
Partai Masjumi kemungkinan adalah penjabaran kebijakan NSC 5518.
Pengumpulan Intelligent
Di dalam sebuah percakapan di Washington sekitar 1958, Militer
attaché Indonesia untuk Amerika menyebutkan bahwa terdapat banyak tokoh
dan pembesar di Indonesia yang akan siap untuk bangkit melawan Presiden
Sukarno jika mereka diberi sedikit dukungan dan dorongan dari Amerika
Serikat. Salah satu dari pembesar dan tokoh ini adalah seorang staff CIA
yang kemudian melaporkan pembicaraan diatas ke Frank Wisner, Deputi Direktor Perencanaan (Deputy Director of Plans).
Operasi Rahasia
Attaché militer Indonesia kemudian kembali ke Indonesia dengan
personalia CIA berkedok militer. Mereka secara bersama berhasil cukup
mempelajari potensi kekuatan opposisi sayap kiri dan mendorong CIA untuk
memulai operasi yang terbesar pada saat itu. Personalia - personalia
itu kemudian menghubungi anggota militer Filipina, terutama Kolonel
Valeriano, yang pernah bekerja sama dangan CIA dengan Ramon Magsaysay melawan pemberontakan sayak kiri Hukbalahap.
CIA dan kelompok kekuatan anti pemberontakan Filipina, pada awal
1958, telah mendirikan markas latihan 'special operation', yang diduga
dipandu oleh pelatih dari Pasukan Khusus AD Amerika (United States Army
Special Forces) dan memberi akses airport rahasia di pulau Palawan dan
Mindano kepada pemberontak anti Sukarno di Indonesia.
Pada tanggal 9 Februari 1958, Pemberontak Letnan Kolonel Maluddin
Simbolon mengeluarkan ultimatum atas nama pemerintah propinsi Sumatra
Utara, menuntut pembentukan pemerintahan baru. Sukarno menolak tuntutan
itu dan memerintahkan pemimpin TNI, Jendral Abdul Haris Nasution untuk
menghentikan pemberontakan itu. Pada bulan Februari 21, TNI menerbangkan
prajurit ke Sumatra dan memulai penyerangan. Markas pemberontakan di
kota Padang dan Permesta mempunyai kedudukan kuat di semua daerah sampai
ke Medan.
CIA mendukung pemberontakan di Indonesia melalui markas udara di
Naha, Okinawa, dibawah kepemimpinan Ted Shanon. Fasilitas lainnya adalah
di Taiwan, dimana pesawat pembom A-26 disiapkan untuk diterbangkan ke
pangkalan di Filipina yang kemudian dipakai untuk membantu pemberontak
di Indonesia. CIA, melalui stok senjata marinir dan angkatan darat
Amerika, memberi 42.000 pucuk riffles. Pemberontak Indonesia yang telah
dipersenjatai, kemudian dikembalikan ke Sumatra melalui air drop dari
Filipina dan juga didaratkan dengan kapal selam.[2] Pada bulan Mei 1958, sebuah A-26 yang dioperasikan oleh perusahaan penerbangan CAT Civil Air Transport ditembak saat operasi pemboman dan pemberitaan penembakan ini menghentikan operasi mendukung pemberontakan Permesta.
1965
Sebuah proposal kemudian disetujui pada bulan Maret, yang diikuti
'intermediate memorandum' pada bulan Juli, dan SNIE pada bulan
September, mengenai hal-hal yang terkait di Indonesia dan Malaysia.
Walaupun demikian, Amerika Serikat tidak mengantisipasi tingkat
intensitas gerakan pembersihan yang dilakukan oleh TNI terhadap PKI.
Operasi Rahasia
Di dalam action proposal bulan Maret, personalia operasi rahasia,
mulai dari musim panas 1964, bekerja sama dengan kementrian luar negeri
Amerika (Department of State) melakukan rencana aksi politik di
Indonesia yang ditujukan membantu opponent-opponent PKI,
dan juga Cina. Operasi-operasi ini menekankan ketidak-akuran antara
Indonesia dan Cina. Program ini dikoordinasi antara Kementrian Luar
Negeri Amerika, Asistent Sekertaris untuk Urusan Asia Timur (Assistant
Secretary for Far Eastern Affairs), dan Duta Besar Amerika untuk
Indonesia.
Kegiatan ini mencakup liason, dukungan keuangan pada
kelompok-kelompok anti komunis. Kegiatan lainnya mencakup propaganda
(Black Propaganda) dan aksi politik. Salah satu tujuan kegiatan ini
adalah mendorong koordinasi dan persetujuan umum antar elemen-elemen
anti komunis di Indonesia. Program ini konsisten dengan kebijakan
Amerika yang berusaha membentuk Indonesia menjadi negara anti komunis
yang stabil.
1998
Ketua DCI Amerika George Tenet mengatakan bahwa pendeklasifikasian sembilan operasi merupakan bagian dari sejarah rahasia dari kekuasaan Amerika
yang dilakukan oleh tiga president terhadap berbagai negara-negara
asing. Operasi ini termasuk upaya membantu non komunis sayap kiri di Prancis dan Itali pada akhir 40-an and awal 50-an, operasi guerilla di Korea Utara and Korea selatan
pada saat perang Korea, kegiatan propaganda politik dan misi pengeboman
di Indonesia pada tahun 50-an, aktivitas paramiliter di Laos dan Tibet pada tahun-tahun awal terlibatnya Amerika di Vietnam dan berbagai plot pembunuhan di Kongo dan Republik Dominika pada awal 60-an.